Jumat, 30 Juni 2017

Monolog


Anak Rantau

Ia adalah anak kedua dari dua bersaudara. Ia bernama Nurma Isni Sofiriyatin Nahar, ia lahir disebuah kota kecil, Purwokerto. Sekarang ia kuliah di Universitas PGRI Semarang progdi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Semester 4. Ia  sudah terbiasa hidup jauh dari orang tua sejak SMA. Jarak memaksanya untuk tidak tinggal di rumah selama berbulan-bulan. Ia  tinggal disebuah Kost yang jaraknya tidak jauh dari kampus.
Sebuah tempat yang tidak terlalu ramai dalam keadaan gelap hanya lampu remang-remang yang menemani wajah gadis kecil yang sedang duduk di kamar. Ia sedang berfikir tentang kehidupannya yang jauh dari orang tua. Dulu dekat dengan orang tua makan tinggal makan, sekarang apa saja diperhitungkan mau bagaimana lagi, uang jatah  bulanan selalu dibagi sana sini. Pintar-pintar saja membagi uang untuk hidup satu bulan. Ia  sedang berbaring di tempat tidur sambil mendengarkan lagu tulus yang berjudul Monokrom. Ia memutar lagu itu berkali kali.

Duh ! kenapa hidup ini susah sekali, merantau ke kota yang besar untuk menuntut ilmu. Ilmu dituntut terus, padahal ilmu ngga pernah salah. Sudah jauh dari orang tua, jarang pulang, apalagi belum bisa membagi jatah uang bulanan. Orang tuaku memberi jatah uang sebulan sekali, kalau tidak pandai membagi uang. Bisa saja pertengahan bulan jatahku sudah amblas. Hanya saja terkadang aku khilaf, baru diberi uang matanya sudah kemana-mana. Segala jenis makanan dibeli. Giliran akhir bulan benar-benar terasa kering. Hidup ditanggal muda memang berbeda dengan hidup ditanggal tua, setiap tanggal muda makan tinggal pilih, tanggal tua ya begini untuk makan saja susah apalagi tidak punya saudara, benar-benar hidup sendiri di kota orang. Dulu aku tidak berniat untuk kuliah di kota ini, kota tujuanku adalah Yogyakarta. Tapi, orang tua tidak merestuiku. Ya sudahla, mau bagaimana lagi. Hidup itu untuk berjalan bukan untuk berlari, seperti berlari dari kenyataan. Mau tidak mau aku harus menjalaninya.
Aku berbeda dengan anak-anak lain yang setiap minggu pulang dan bisa menikmati waktu liburan bersama keluarga. Sedangkan aku ? pulang saja hanya numpang tidur. Maklum la, disini didominasi orang-orang dari Kendal, Pemalang, Pati, Jepara, Batang. Jarang sekali orang-orang dari daerah Purwokerto. Jadi, aku sudah terbiasa menjadi penghuni kost. Semacam uji nyali di kota orang. Aku pulang ke rumah hanya 2 atau 3 bulan sekali, menunggu libur panjang. Paling tidak jum’at sampai minggu. Aku hanya menghabiskan waktu di rumah selama 3 hari itu saja lama dalam perjalanan. Ya, hidupku hanya sebatas dari mobil ke mobil. Ya, mobil travel yang terkadang nyawa menjadi taruhannya. Pahamkan ? (Bertanya kepada penonton) Supir ugal-ugalan. Mungkin dia fikir manusia mempunyai 7 nyawa seperti kucing.
Meskipun sama-sama orang jawa, aku merasa asing tinggal disini. Mulai dari makanan, budaya, bahasa saja sudah berbeda. Sekarang, tidak perlu jauh-jauh sampai ke Jepara. Orang Pemalang saja yang sama-sama ngapak logatnya sudah beda, apalagi kosa katanya.

Ia masih saja duduk sendiri dan terus mengerutu.
Memangnya enak hidup jauh dari orang tua ? enak tidak ada aturan ? (Bertanya kepada penonton) boro-boro begitu. Jauh dari orang tua tanggung jawabnya lebih besar, bukan hanya kepada orang lain tetapi tanggung jawab kepada diri sendiri. Sekarang, apa saja dilakukan sendiri. Meskipun sudah terbiasa kost sejak SMA, tapi tetap saja berbeda. Mungkin karena berbeda kota. Jadi terkadang merasa sendiri. Aku juga tinggal diantara orang-orang yang beragama Non Muslim, memang lebih banyak yang beragama kristen dan katolik. Aku nyaman tinggal disini, meskipun berbeda kita tetap saling menyapa. Memang sikap individualis sangat terlihat. Awalnya aku tidak yakin tinggal disini, lama kelamaan aku sudah terbiasa.

Terdengengar seseorang mengetuk pintu berkali-kali.

Iya, siapa itu ? (kataku)

Tok tok tok

Siapa ?

Tok tok tok



Hey, siapa itu ? Tidak usah  mengangguku ! Kalau mau masuk, masuk saja. Tidak usah bersembunyi dibalik pintu.

Tok tok tok
Gedoran bertambah keras

Ternyata kamu Ros. Ada apa? masih mau menghancurkan lamunanku?

Ia berpindah dari tempat tidur dan duduk di kursi sambil melamun.

Terkadang ada saja pikiran yang mau mematahkan impianku, andai saja aku tidak memilih untuk kuliah disini, pasti aku tidak akan merasakan seperti ini. Dulu, waktu masih SMA meskipun kost tetap saja bisa pulang seminggu sekali. Sedangkan sekarang ? Mana mungkin, sudah 2 kali Hari Raya Idul Adha aku selalu merasakan disini. Tapi, kapan aku mandiri kalau masih saja begitu. Ah sudah laa, lagi pula aku disini atas restu orang tua pasti semuanya  tidak akan sia-sia. Aku ingin kelak kalau sudah lulus Sarjana, kembali ke kampung halaman. Agar bisa mengabdi dan berbagi pengalaman disana.
Dulu semester 1 sampai semester 4 hidupku ibarat kupu-kupu. Ya, kuliah pulang. Kuliah pulang. Hidupku hanya sebatas kampus dan kos-kosan. Semenjak semester 4 aku mengikuti Ukm sangkatama. Padahal, sejak SMA aku tidak pernah bermain gamelan. Bukan hanya gamelan kegiatan lain saja aku tidak pernah mengikuti.

Beralih dari kursi lalu ke tempat tidur
Tempat tidur yang berukuran tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil tetapi sangat nyaman dan menjadi saksi bisu betapa sedihnya hidup jauh dari orang tua . Masih saja berbaring dan berfikir di atas kasur.

Aku ingin kembali ke rumah

Hanya itu yang terlintas dibenaknya.



Biografi

Nama              : Nurma Isni Sofiriyatin Nahar
TTL                 : Banyumas, 9 Juni 1997
Alamat                        : Cingebul RT 01 RW 03, Lumbir. Banyumas
Pendidikan      : SD N Cingebul 1
                          SMP N Karangpucung 1
                          SMA N Wangon

                          S1 Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia UPGRIS

Tidak ada komentar:

Posting Komentar